Kalimat ADAT sebenernya bahasa arab dari kata Adah atau adatun. Kalau gak salah ini dari isim masdar, artinya kebiasaan. bahasa indonesianya adalah tradisi, jadi antara adat dan tradisi adalah sama. mengapa di sebut adat? ……. Piker dewe
Akhir-akhir ini adat dan itiadat menjadi di
perbincangkan yang sangat panjang sekali, sehingga ujung-ujung saling
menghukumi satu dangan yang lain yang klimaknya terjadi perpecahan hati antar sesama
muslim. bahkan di anggap perbuatan yang sia-sia, atau katakanlah mubadzir. Ada
yang mengatakan ini suatu amalan kleniklah, tidak ada tuntunan dari nabi-lah,
dan ada yang mengatakan suatu perbuatan dari nenk moyang, tetapi yang jelas
kita menggali bersama dan kita menelusuri asal -usul terjadinya suatu tradisi. Nah
kita bahas di sini adalah tentang Nyaderan, kendurenan, dan lain lain.
Dalam kitab Qowa’idul-Fiqih
di jelaskan “Al-Aslu fil -Asy’ya’ Al-Ibahah”.
Arti menurut fuqoha’ adalah asal sesuatau perbuatan yang tidak ada Nas dari
alqur’an, dan Shorih dari hadis, maka di perbolehkan, asalkan lebih banyak
manfaatnya di banding madlorohnya.
Pada dasarnya adat itu awalnya hanya satu orang
melakukan suatu kebaikan, kemudian satu orang lagi merasa memandang itu bagus,
hingga orang-orang di sekitarnya mengikutinya, sampe kurun bertahun-tahun, maka
orang tempatan menyebutnya sebagai adat / kebiasaan. Maka ulama’ menyebut
dengan “Sunanul-Huda” artinya suatu
perbuatan bagus yang timbul dari Ijtihadnya para Ulama’.
Dalam pembahasan sunnah itu ada banyak sekali. Dan arti
sunnah adalah suatu kebiasan bagus.
1. Sunnanul Ambiya’ : Suatu amalan yang bagus
berasal dari para Ambiya terdahulu seperti puasa nabi dawud, satu hari puasa
satu hari tidak, puasanya nabi adam sebulan 3 hari, terus nabi isa yang tiap
hari puasa, itu juga boleh di kerjakan meskipun nabi Muhammad tidak mengajarkan.
Tetapi nabi menjelaskan dalam hadist.
2.
Sunah Rosulullah : suatu amalan perbuat baik yang
timbul dari rosulullah langsung. Sperti sholat nawafil dan lain lain.
3. Sunanul-Huda : suatu amalan / perbuatan bagus yang timbul dari
Ulama’ atau umat nabi, meskipun nabi tidak mengajarkan atau menyuruh, itu boleh
di kerjakan asal tidak melanggar syari’at. Dalam fiqih di sebut ibadah
mua'malah. Seperti tasyakuran, membuat madrasah dll.
Peristiwa
asal usul Nyaderan
Pada suatu hari ada sekumpulan petani menanam padi
dengan hasil panenan yang sangat memuaskan, dan bahkan kualitas panenan padi di
desa itu sangat bagus, karena para petani ini merasa senang dengan tanaman hasil
keringatnya, sebagai bukti senang dan terima-kasihnya, maka salah satu di
antara mereka ini datang ke-Kyai atau Ulama’ desa tersebut sebagai wakil dari
para petani desa, dan bermusyawarah bagaimana kita bersyukur kepada sang
pemilik jagat raya ini. Saat itu sang ulama’ tersebut belum menjawab, akhirnya Ulama’ nya minta waktu tiga hari untuk menjawabnya.
Selama tiga hari Ulama’ itu melakukan mujahadah dan
istikhoroh minta petunjuk kepada allah swt,
akhirnya Ulama’ tersebut mengundang salah satu petani, memberi jawabannya,
yaitu mayoran makan-makan bersama, atau tasyakuran bersama (Idkholus-Surur).
Setelah mendapat jawaban dari Ulama’ akhirnya seluruh
warga dan penduduk pada masak nasi, sebagian masak lontong, sebagian membuat
makanan roti jawa, yang terbuat dari beras ketan dan pernik-pernik khas desa,
ada jadah, wajik, ada apem, dan ada mecem-macem bentuk makanan desa, sehingga
berbagai makanan khas di bawa di depan lapangan masjid untuk makan bersama
warga desa, baik orang tua,
pemuda-pemudi sampai anak kecil berbondong-bondong menuju masjid. Sebelum makan
bersama, Ulama’ desa menyarankan agar tahlilan dan berziarah kekuburan orang
tua masing, nanti stelah dari ziarah barulah kita makan bersama berkumpul di
lapangan serambi masjid yang di tutup dengan doa bersama pula. Dan ini di lakukan menjelang detik-detik sebelum bulan romadlon, pertengahan nisfu sya'ban yang siangnya acara nyaderan, dan malemnya di barengi dengan Muwada'ah di Madrasah diniyah. dan pelepasan kenaikan kelas anak-anak Madrasah dengan libur panjang.
Acara makan minum sudah selesai tinggal makanan kecil
khas desa ini di bagi-bagi atau di tukar makanan, yang tadi berangkatnya bawa
nasi di tukar, pulang lontong, dan sebaliknya juga dengan cemilan. Semuanya
kebagian, tanpa rebutan, maka Ulama’ menyebut dengan “Nyaderan” orang sekarang menyebut Barter. Lho kok bisa dari kata barter berubah menjadi nyader, ya
bisa dong. Kalimat sapu bisa berubah menjadi nyapu, banyak dech orang jawa
membuat kata. Otak-atik gatuk, tapi pas di rasakan. Hmmmm itulah cerdasnya
orang Indonesia.
Lantas bagaimana dengan istilah kendurenan, ini juga hampir
mirip sama nyaderan, intinya juga makan-makan bersama. Hanya saja perbedaaanya,
kalau kendurenan itu prakteknya bila orang mengundang datang kerumah untuk kumpul-kumpul
bersama dengan di selingi makan-makan bersama, kemudian sebelum pulang di kasih
bungkusan nasi untuk keluarga yang di rumah agar yang di rumah merasakan makan bersama, atau memberi kebungahan (Idkholus-Surur). Orang pesantren menyebutnya
tasyakuran, orang dusun menyebut dengan istilah Mayoran. Sedangkan Kalau orang
modern sekarang menyebutnya Pesta-pesta di rumah. sebenernya intinya itu juga sama, cuma beda nama aja kok. hehehe
Jadi pada Intinya semua itu adalah perbuatan suatu bentuk
syukur kepada allah, dengan membagi makanan pada tetangga sekitarnya. Kadang bahasa
mayoran itu di kemas dengan bahasa halus, agar tidak terlalu mewah atau di
bilang sok kaya, maka di rubahlah sebutan itu menjadi kata Selametan.
Kalimat Tasyakuran atau selametan ini mencakup semua aspek
keberhasilan seseorang, seperti
1. Nyaderan
2.
Kendurenan
3.
Khataman
4.
Muwada’ah
5.
Wisuda
6. Pernikahan.
Maka dari itu, orang desa maupun kalangan orang santri
sering menyebut suatu doa. Coba saja kalau kita bisa meraih sesuatu dengan
keberhasilannya, maka temanmu atau saudaramu akan keluarlah kalimat indah dan
berkata; “Selamat-ya atas pernikannnya, selamat ya atas wisuda nya, selamat atas
kesuksesan nya”. Gitulah kiranya hahahaa
Dan semua itu bisa di katakan bentuk syukur, klo orang
non muslim menyebutnya Perayaan atau peresmian bersama atas, padahal itu adalah
sama, tetapi namanya berbeda-beda. Lain ladang lain belalang. Lain desa lain
nama, lain orang juga lain ucapan. lain zaman, juga lain sebutan.
Pada era sekarang nama nyaderan itu sendiri sudah berubah nama, dulu pada masa kecilku setalah nyaderan makan-makan bersama warga, agendanya di tambahi dengan pasar murah di balai desa. Kalau di daerah semarang di sebut "dokderan". Sedangkan era sekarang sudah ganti namanya Bazzar atau bisnis mencari keuntungan semata.
Pada era sekarang nama nyaderan itu sendiri sudah berubah nama, dulu pada masa kecilku setalah nyaderan makan-makan bersama warga, agendanya di tambahi dengan pasar murah di balai desa. Kalau di daerah semarang di sebut "dokderan". Sedangkan era sekarang sudah ganti namanya Bazzar atau bisnis mencari keuntungan semata.
Jika ke’arifan local masyarakat yang sudah di paparkan
di atas ini sudah menjadi tradisi yang sangat kuat, dan kurun bertahun-tahun, maka
ini bisa berubah menjadi suatu budaya ke'arifal lokal masyarakat, dan ini bisa menjadi Peradaban
dunia. Qoidah fiqihnya adalah “Al-Adatu-Muhakkamah”
Nah! peradaban di atas tidak ada di Negara manapun,
kecuali di negri kita, apa alasaanya, karena negri kita banyak Ulama’nya,
banyak Wali-Walinya, dan banyak Maqom (kuburan para wali yang masih terjaga). Coba
lihat saja negri tetangga, orang mati aja di masukkan ke rumah sakait, kadang
tidak di kubur, di negri barat gak ada sholawatan, gak tahlilan dan yasinan.
Malah ning Indonesia di arani syirik bid’ah, piye to
karepmu? …
Syirik ndasmu sing krowak bolong Uteke, kwkwkwkww hahahaahaa
Wassalam
***********************************
Wis yo! Sesok maneeeh. Mripate riyip-riyip, ngantuk
Aku aku arep turu sek, golek impen, ben entuk ilham
maneh, kwkwkwkkww hahaha
Sory yo bro, ki lagi kumat, hahahahahaaaa
----------------------------------------------------
Jogjakarta / Senin / 30 / Mei / 2016. ( 22 / Sya’ban /
1437-1438 )
Lek son wong ndesooooo
---------------------------------------------------------------
0 Response to "MENEROPONG TRADISI NYADERAN KARYA KE'ARIFAN LOKAL MASYARAKAT"
Post a Comment