Hari
itu hari Jumat malam sabtu, tanggal 11 / Maret / 2016 Menjadi momen yang luar biasa, hari itulah
hari yang di tunggu-tunggu oleh warga setempat, suasana yang sangat
membahagiakan bagi masyarakat Tegal-Sari, Jomblangan. Banguntapan. Bantul. Karena
hari itu desa itu akan kedatangan seseorang Kiyai yang mempunyai caliber Ulama’
besar dan sekaligus tokoh ketua Rois NU se-Indonesia, bahkan seluruh Ulama’
Indonesia mengenalnya.
Di situlah keceria’an masyarakat setempat, pegunjungnya di perkirakan lebih dari 5000 pengunjung lebih, dan aku melihat langsung, kebetulan saya agak sedikit lambat datangnya, tapi simbah KH Mustofa Bisri belum naik panggung. Karena saya melihat dari belakang, sisi depan, dan sisi samping begitu membelalakkan mata, di saat sekeliling panggung sudah banyak di kerumuni jama’ah pengajian Simbah KH Mustofa Bisri. Subhanallah. Saya nekat tidak merasa malu berjalan kaki melewati ibu-ibu dan bapak yang duduk di kursi menuju samping panggung.
Ada
banyak pelajaran khusus yang di sampaikan Simbah KH Mustofa yang perlu di kaji
ulang kembali dan kita renungi kembali, karena pada dasarnya ilmu itu harus di
ulang-ulang untuk di bicarakan. Sama dengan sholat, juga perlu di ulang-ulang,
makan minum juga demikian juga di ulang-ulang sampe kita merasakan nikmatnya
membicarakan ilmu, manisnya beribadah dan juga lezatnya makan.
Tema Pertama tentang Revolosi
Menntal
Ketika
mbah Mus berbicara tentang “REVOLOSI MENTAL” kalimat ini adalah
menjadi tema awal, setahun lalu saya juga sudah membuat artikel tentang
revolosi mental bahwa kalimat itu juga dari mbah Mus, aku mendengar langsung
waktu itu di acara “TV One” di Damai Indonesiaku. Tetapi mbah mus kemaren malah
membuka dengan Blak-blakan, ternyata pada saat reformasi mbah mus sudah
mengeluarkan kalimat Revolosi Mental. Yang lebih menarik lagi adalah di saat
itu mbah mus ngendiko; “Jokowi iku niru-niru aku” artinya jkw itu faham pa gak
tentang kalimat revolosi mental yang di gembor-gemborkan oleh media.
Sejauh
dengan pengamatan saya kalimat itu karyanya mbah Mus yang di Copy Paste
(jiplak) oleh jokowi ketika sowan ke mbah mus sebelum jadi presiden. Waktu itu
agenda jkw untuk kampanye di pesantren-pesantren. Karena satu-satunya jalan
untuk mendulang suara terbanyak pilahannya adalah dengan mendekati para tokoh
Ulama’ dan kiyai di pesantren. Satu hari setelah sowan dari mbah mus
rembang, maka beredarlah kalimat revolosi mental pas kampanye besar-besaran.
Sehingga para jurkam dan para tim sukses, memasang sepanduk sepanjang
perempatan dan baleho di pinggir jalan. Hebatkan! Eh Gak tahunya hanya Njiplak
dari dari seorang kiyai.
Lebih
jauh lagi saya juga curiga ketika belum ada pembahasan tentang laut maritim, Caknun sudah membahas tentang laut maritim di
maiyah waktu mocopat syafa’at, kalau gak salah begini, “Capresnya baik jokowi
maupun prabowo gak pernah membicarakan tentang kekayaan laut maritim. Satu
minggu setelah caknun menyindir itu, jkw langsung merubah agenda ada mentri
kemaritiman, ini kan lucu sekali, tapi inikan Cuma kecurigaan saya, belum tentu teman yang lain sama spendapat
dengan saya. Heheheheh
Satu
lagi juga yang saya curigai, hehehe tentang Islam Nusantara, bisa jadi ini dan
kemungkinan besar juga jiplakan dari
Maiyah Nusantara, terus kata maiyah di ganti dengan Islam Nusantara, kebetulan
tokohnya Said agil Siroj ketua PBNU, yang deket dengan Jkw, ini juga bisa di
sebut main politik. sehingga ramailah perdebatan dengan sebutan islam
Nusantara. Ada yang setuju dan ada yang tidak.
Ke-dua tentang kalimat Akbar
Kalimat
“AKBAR” simbah Mus juga menyindir sama panita pengajian, dengan bahasa halus,
“Aku di padakke karo gusti allah” pengajian mung semene wahe di bilang akbar.
Selanjutnya mbah mus juga bertanya sambil menggoda dengan bahasa lain, jenengan
kuwi bayangke akbar ki kepiye? …… jenengan iso nyililkke awak?. Ungkapnya.
Mbah
mus juga memberi contoh yang logis, kalau dunia alam semesta, dan bumi ini di
ibaratkan seperti Kacang Ijo, kiro-kiro deso kecamatan Banguntapan sepiro? …..terus
awakmu sepiro? …… Tanya mbah mus sambil di iringi ketawa luar biasa oleh para
jamaah pengajian.
Ke-tiga tentang Dakwah dan Amar Ma’ruf.
Mbah
mus juga menjelaskan tentang Dakwah dan Amar-Ma’ruf. Kalau dakwah itu sifatnya
harus halus sedangkan Amar-Ma’ruf harus tegas. Jenengan ngerti dakwahe
kondiktur bis, bahasane halus dengan bahasa manis, kadang di iming-imingi ada
AC dan TVnya, agar para calon penumpang bisa mau di ajak naik ke bis, nanti
kalau dah masuk bis baru tegas, seperti ucapan “karcis-karcis”. Artinya kalau
sama orang belum islam maka kita harus halus, ramah-tamah. Sedangkan kalau sesama
sudah islam kita jarus tegas, sperti dalam memerintah istri sholat gak perlu
bahasa halus, langsung takoni ‘Wis sholat po durung . kalau jawabannya durung, yo kono cepetan ndang sholat” . klau bahasa
lain, keras terhadap diri sendiri, dan lemah lembut sama orang lain. begitulah
kiranya.
Kemudian
menjelaskan tentang ayat dakwah “Ud’uuu ila sabili …………….. ayat ini kata mbah
Mus tidak ada Maf’ul-Bihnya, artinya yang di ajak tidak di sebutkan, sedangkan
dalam terjemahan nya di isi “kurang buka (Manusia) kurung tutup, Firman Allah
kok ono kurung buka kurung tutup ki piye iki, Al-quran itu sastra yang paling
indah, jadi gak usah di terjemahkan saja, kalau tafsir beda lagi. Makanya aku
kurang setuju dengan terjemahan depag, dan itu banyak yang salah. Ungkapnya
Ke-empat tentang sifat allah
terserah allah, kalau bahasa Jakarta “Semau gue’
Mbah
Mus juga menjelaskan tentang sejarah Abu lahab yang menjadi tetangga Rosululllah
dan juga sebagai paman deket. Nabi wahe ora bisa mengislake pamane dewe, la kok
jenengan wis Kemlete (kemaki, gemagus) ngaku-ngaku biso ngislamke wong,
sitik-sitik sesat, sitik sitik bid’ah, syirik. malah ono sing wani ngatur mlebu
surgo lan neroko. Rumangsane koyo asistene gusti allah. Begitulah kiranya.
Di
akhir penghujung sebelum doa mbah mus, “Aku wis suwe pengajian ora gowo dalil,
nak pingin dalil kuwi bagiane Ustadz anyaran wahe” sekilas pertanyaan yang di
iring dengan suara ketawa bersamaan Jamaah. Terus mbah mus ngendiko “Jenengan
ki kok guyu lho, piye jenengan ki”.
Akhirnya
mbah mus berdo’a bersama baca al-fatikhah, di ayat yang bunyi “Iyya ka Na’ budu
Wa-Iyya ka Nasta’in di ulang sampe tuju kali bersama jamaah.
Sebenernya
masih banyak lagi temanya yang sifatnya tentang sosial, tapi kerena
keterbatasan daya ingatan saya, ya Cuma ini beberapa tema aja yang saya ingat,
hehehee nanti kalau ingat lagi bisa menyusul dan kita adit lagi, heheheee
********************.
Jogjakarta
/ Sabtu / 12 / Maret / 2016
Lek
Muhson wong ndeso
--------------------------------------------------------------------------.
0 Response to "REVOLOSI MENTAL ADALAH KARYA GUS-MUS. BUKAN KARYA JOKOWI"
Post a Comment