Kehidupan
rumah tangga saat ini menjadi sorotan yang luar biasa, sehingga seribu permasalahan
dalam rumah tangga makin banyak ragam bentuknya, dari mulai masalah A sampe Z,
begitu membingungkan dan mecemaskan dalam mengahadapi masalah-masalah yang akan
datang.
Emang
sih bener juga kata ibuku, ketika awal berumah tangga saat akad nikah di mulai,
itu murni, bersih tidak ada masalah sedikitpun. Karena waktu penganten baru,
itu adanya Cuma senang dan senang, ya begitulah namaya pengantin, keluar masuk
kamar. Tatapi nanti kalau sudah berjalan empat bulan lebih, yang sekira istri
sudah “nyidam”, maka keduanya suami-istri akan kelihatan aslinya, artinya mungkin
salah satu dari suami istri, baik watak dan karakternya ada yang sifatnya keras
kepala (ngeyelan), suka cengeng, ingin menang-sendiri, mudah terbawa emosi, dan
mudah mutung atau purik dan lain lain. Semuanya akan kelihatan setalah berjalan
enam bulan lebih. Kadang saling gontok-gontokan, ingin menang sendiri, rebutan
bener. Malah ada yang lucu, di pandang orang tuanya atau btetangganya, rukun
banget, tetapi kalau sudah di kamar tidur ‘padu”, arep tidur aja
ungkur-ungkuran bokong, rebutan selimut, lempar-lemparan bantal. Jadi semalam
suntuk tidak tidur, karena rebutan selimut. Asem tenan, hahahaha. Akan tetapi
itulah keindahan dalam rumah tangga.
Kalau
seandainya rumah tangga tidak ada masalah, kapan mencapai kesempurnaan berumah
tangga. Sedangkan orang menyebebut keluarganya bahagia dan damai, biasanya di
awali dengan tidak bahagia. Di sebut kaya, itu juga di awali belum kaya, karena
belum kaya, mereka berdua berjuang mengumpulkan harta supaya menjadi kaya. Begitu
juga sebaliknya dengan hidup rumah tangga dengan bahagia, itu juga di awali
juga sifat kelemahan dan kekurangan. Dengan adanya sifat kelemahan dan kekurangan
antara ke-dua belah pihak, maka mereka menjadi sadar hatinya, sehingga
timbullah rasa ingin saling menghormati, menyadari dan melengkapinya
masing-masing suami istri. Cuit cuiiiiiiit!
Fase Pertama
Kata
ibu juga, “Pernikahan umur satu tahun sampe lima tahun, itu memang banyak
masalah, dari mulai masalah materi, urusan orang tua, kerabat, cemburu, salah
faham, semuanya masuk dalam deretan itu juga. Karena waktu itu sangat barat
ujiannya. Montang-manting mencari nafkah yang begitu sulitnya. Dan kalau kedua
suami istri tidak sabar dengan urusan rumah tangga, maka bisa bubar rumah
tangganya alias pisah (cerai)”.
Dulu
pas aku masih bujang di bilangin ama ibuku, Cuma dengerin aja. Tetapi setelah
menikah merasakan sendiri. Begitu beratnya membina rumah tangga dan mencari
nafkah untuk keluarga. Lika-likunya sangat luar biasa. Sehingga sakit masuk
angin menjadi hidangannya.
Ohya!
Saya akan menceritakan sedikit tentang perjalan hidup rumah tangga, mungkin
anda juga pernah mengalami, pernah kita awal berumah tangga untuk memisah diri
dari orang tua, karena keadaan memaksa. Betapa sulitnya mencari kerjaan, sampe
berkali-kali kita di tolak. Dan setelah mendapatkan pekerjaan juga masalah timbul
lagi yaitu sulitnya mencari rumah kontrakan. Semuanya serba berat. Pelan-pelan,
sedikit demi sedikit menabung dari rupiah demi rupiah di kumpulkan. Ya Lumayan perjuangan.
Hehehee
Kalau
orang tuanya kaya, langsung dapat rumah dari orang tu, tetapi yang kami
bicarakan yang ekonominya pas-pasan saja.
Fase ke-dua
Menginjak
pernikahan lima tahun sampe sepuluh tahun, ini masa-masa kesadaran hidup, rasa kedewasaan
mulai meningkat, ingin melengkapi, menyadari atas semua kelemahan dan kekurangan
masing-masing suami istri. Dan ini biasanya jarang mudah marah, sifat perhatian
mulai tampak antar suami istri. Tetapi ini juga bukan suatu ukuran lho, kadang
juga masih padu. Ini saja hasil beberapa penelitian saya dari sekian banyak
simple.
Fase Ke-tiga
Pada
masa pernikahan umur 10 tahun sampe 20 tahun, ini bisanya suami istri lebih fokus
perkembangan anak-anaknya. Artinya suami istri lebih cenderung kepada akhlaq
dan pendidikan putra-putrinya, sehingga banyak orang tua merelakan waktu untuk
mendampingi fikiran anaknya. Karena masa itu biasanya suami umur 40an lebih, jiwa
kepemimpinan sang ayah akan tampak dan peran seorang ibu juga berpengaruh pada
anaknya. Maka di situlah kecerdasan anak atu kenakalan anak akan mudah di
ketahui. Dan tergantung peran masing antara ayah dan ibu sangat mempengaruhi
putra-putrinya. Mau di arahkan kemana anaknya nanti setelah dewasa.
Fase Ke-empat
Masa
ini juga sangat ke-khawatiran antara peran sorang ayah dan ibu, karena masa itu
putra-putrinya sedang puberitas (suka dengan lawan jenis) atau lebih jelasnya pengawasan ayah dan ibu
kepada calon pendamping hidup anaknya, katakanlah calon menantu, ini juga
sangat berat rasanya. Kalau salah pilih, ya menanggung akibatnya juga. Malu dan
sakit hati sudah pasti.
Fase
ke-Lima
Saya
kira yang fase kelima ini gak usah di lanjutkan, karena sudah tahu sendiri, kan
masa ini ya cukup sudah menjadi kakek nenek, senengane mung nyawang cucune. Nak
kunjungi anak-dan cucune, kalau tidak, ya nglamun dewe ning kursi karo ngombe kopi, bayangke anake biyen wektu masih cilik. Atine gremeng. “Biyen Cilik di gedekke, sakit
di golekke obat nganti jungkir walik, nangis di bopong, ngising di cewoki, sekolah
di ragati, bareng wis podo nikah, podo minggat kabeh, malah ora podo tilik
bapak ibune to yo yo”! anak model opo
iki. Kebangeten tenen!
Kemudian simbah kakung jawabi, "Wis to mbah uti, rasah nangis, gembeng men to, wis tuwek gremengan, mengko nak lebaran yo podo rene kabeh".
Mbah uti jawab maneh, "Jenengan ora ngrasakke, aku sing ngelahirke yo", aku ora njaluk opo-opo, aku mung pingin di tiliki tok mbak kakung" .
Padahal atine mbah kakung gemreget tenan, kangen banget. kwkwkwww
Wis
yo bro, aku ngantuk! Teruske dewe yo. Hehehehe.
-----------------------------------------.
Jogjakarta
/ Rabo / 29 / Juni / 2016.
24
/ Romadlon / 1437-1438.
Lek
Son Pengamat sosial. Tapi gadungan kwkwkwkw hahaha
--------------------------------------------------------------------------------------------
0 Response to "RAMBO-RAMBO KEHIDUPAN RUMAH TANGGA"
Post a Comment